SMK 2 Luwu – SMK Bisa, SMK Hebat,
DISKURSUS dan Isu relevansi pendidikan vokasi seolah menjadi topik dan kajian yang tidak pernah usang dan seperti menjadi permasalahan yang tidak pernah tuntas. Pendidikan vokasi pada dasarnya adalah pendidikan yang menyiapkan generasi muda untuk bekerja dan berwirausaha guna mendukung pertumbuhan ekonomi bangsa.
SMKN 2 Luwu – Tentunya pendidikan vokasi tidak akan terlepas pada kegiatan industri dan ekonomi, baik pada skala kecil, menengah, maupun besar. Paling utama harus dicari solusi saat ini adalah masalah link and match antara SMK dengan para lulusannya dan Industri dengan kebutuhannya. Setidaknya masalah klasik di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yaitu dalam kuantitas, di mana jumlah lulusan lebih banyak dari kesempatan kerja yang ada.
Selanjutnya adalah berkaitan kualitas lulusan, ketika keterampilan lulusan lebih rendah dari yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Dan kemudian berkaitan juga dengan gaji (kompensasi), ketidaksesuaian gaji yang ditawarkan dengan beban kerja dan estimasi biaya hidup calon pekerja.
Menjadi menarik untuk menguji daya saing para lulusan sekolah sebagai produk lembaga pendidikan, karena outcomes lulusan menjadi sebuah ukuran kredibilitas dan kualitas layanan sekolah. Daya saing lulusan tersebut terlihat dari; Pertama, Karakter. Para lulusannya selain berperilaku atau berbudi pekerti yang baik haruslah pula memiliki etos kerja yang produktif.
Kedua, Kompetensi. Di mana lulusan peserta didik harus memiliki kemampuan bekerja sesuai perkembangan zaman. Misalnya memiliki kemampuan berbahasa asing yang baik, kemampuan keterampilan dibidang IT dan mampu memahami perubahan dunia informasi dan teknologi yang sudah memasuki babak Era Industry 4.0.
Dan Ketiga, Inovasi. Di mana para lulusannya harus bisa melakukan konsep-konsep kebaruan, hal ini tidak bisa dicapai jika kemampuan produktivitas lulusan atau calon tenaga kerja itu masih rendah. Tugas berat sekolah, terutama bagi SMK jika melihat jargonnya yaitu “SMK Bisa Hebat” Siap Kerja, Mandiri, Santun dan Kreatif, Justru SMK menempati peringkat pertama penyumbang pengangguran tertinggi jika dilihat angka partisipasi pengangguran di Indonesia.
Terdapat banyak faktor yang berpotensi menurunkan daya saing lulusan pendidikan vokasi ke depan di antaranya:
- Perubahan sistem kerja yang menuju transformasi digital menyebabkan banyak jenis kompetensi yang diajarkan saat ini berpotensi hilang atau tidak dibutuhkan di masa depan dan munculnya kompetensi dan jenis pekerjaan baru yang belum disiapkan pada kurikulum saat ini.
- Kurangnya upskiling dan reskilling sumber daya manusia di pendidikan vokasi untuk menyesuaikan dengan tuntutan pembelajaran di era Revolusi Industri 4.0.
- Lingkungan dan proses pembelajaran masih konvensional, belum secara masif disiapkan untuk menghadapi transformasi digital mengoptimalkan pembelajaran aktif dan kontekstual serta optimalisasi teknologi dalam proses pembelajaran.
- Menurunnya relevansi fasilitas sarana dan prasarana seiring perubahan teknologi yang semakin cepat.
- Kebutuhan pembiayaan yang sangat tinggi untuk menerapkan pendidikan berbasis kompetensi dan sistem ganda sulit dipenuhi jika hanya mengandalkan pendanaan dari pemerintah.
- Sertifikasi kompetensi semakin membuka persaingan lulusan pendidikan vokasi dengan lulusan dari pendidikan formal, nonformal, dan informal; juga dengan tenaga kerja asing di pasar global 2020.
- Batas usia minimal pekerja adalah 18 tahun sesuai peraturan ketenagakerjaan, sementara pada jenjang SMK umumnya lulusan berusia 17 tahun, sehingga ada masa tunggu satu tahun untuk dapat memasuki dunia kerja yang berpotensi menurunkan kompetensi lulusan.
- Kurangnya kolaborasi dan keterlibatan dunia usaha dan industri secara integratif dalam penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar (Suyanto;2020).